Senin, 25 November 2013

Diantina Puspa Larasati (C1C012001)
Akuntansi A 2012
Laporan Keuangan PT Tri Polyta Indonesia tahun 2010



Diantina Puspa Larasati (C1C012001)
Akuntansi A 2012


Komentar Laporan Keuangan PT Tri Polyta Indonesia tahun 2010

PT Tri Polyta merupakan produser utama polypropylene (PP) terbesar di Indonesia yang ikut terimbas dalam krisis global tahun 2008, namun berhasil menggenjot volume penjualannya dari 330,5 ribu ton pada tahun 2009 menjadi 385,7 ribu ton pada tahun 2010.
Dalam rangka mengintegrasikan dan memperkuat usaha, PT Tri Polyta Indonesia Tbk dan PT Chandra Asri berencana untuk melakukan penggabungan usaha. PT Tri Polyta Indonesia Tbk (TPIA) dan PT Chandra Asri merupakan anak usaha PT Barito Pacific Tbk (BRPT) sepakat melakukan merger pada tanggal 23 September 2010. PT Tri Polyta Tbk merupakan perusahaan petrokimia Indonesia yang memproduksi biji plastik polypropylene yaitu bahan baku untuk pembuatan berbagai macam barang plastik. Polypropylen digunakan dalam berbagai macam produk konsumen untuk pembuatan plastik kemasan makanan, perabot rumah tangga, karung, komponen otomotif, peralatan elektronik, peralatan kesehatan dan aplikasi-aplikasi lainnya. Sedangkan PT Chandra Asri merupakan produsen petrokimia hulu terpadu secara vertikal yang terbesar di Indonesia dan merupakan satu-satunya produsen domestik/dalam negeri yang memproduksi ethylene dan styrene monomer.
Kesepakatan merger kedua perusahaan ini selanjutnya disetujui oleh Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) pada tanggal 21 Oktober 2010. Dalam hal ini, perusahaan yang menerima penggabungan adalah perusahaan publik PT Tri Polyta Indonesia Tbk. Pengesahan penggabungan dua perusahaan petrokimia tersebut menjadi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dilakukan melalui RUPSLB pada tanggal 27 Oktober 2010. Adapun bentuk merger yang dilakukan PT Tri Polyta Indonesia Tbk dengan PT Chandra Asri adalah merger vertikal antar perusahaan terafiliasi, dimana PT Chandra Asri merupakan pemasok bahan produksi yang dibutuhkan oleh PT Tri Polyta Indonesia Tbk dalam memproduksi polymer jenis polypropylene. PT Tri Polyta Indonesia
Tbk memiliki visi yaitu menjadi pilihan utama pelanggan dan penyedia terbesar biji plastik polypropylene yang menjanjikan kesejahteraan masa depan pemegang saham, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan, misi PT Tri Polyta Indonesia Tbk adalah menyediakan biji plastik polypropylene bermutu tinggi yang melampaui harapan pelanggan sehingga dapat memberikan manfaat maksimum kepada pemegang saham, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya.
Pada tahun 2010, PT Tri Polyta kembali berhasil mencetak prestasi dan memperkuat pertumbuhan serta profitabilitas seiringan dengan momentum pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Tri Polyta mencatat pendapatan bersih sebesar Rp 348 miliar untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010 dari 483 miliar yang dicapai di tahun 2009. Tahun 2010, seperti tahun sebelumnya, permintaan pasar untuk polypropylene tetap tinggi sepanjang tahun dengan konsumsi total melebihi pencapaian di tahun 2009, ini mencerminkan suatu pasar yang terus tumbuh. Penjualan bersih untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010 sebesar Rp 5.176,3 miliar meningkat dibandingkan dengan penjualan bersih sebesar Rp 4.739,7 miliar di tahun sebelumnya.
Pada umumnya, perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi adalah untuk mendapatkan sinergi atau nilai tambah. Nilai tambah yang dimaksud adalah lebih bersifat jangka panjang. Oleh karena itu, ada tidaknya sinergi suatu merger dan akuisisi tidak bisa dilihat sesaat setelah merger dan akuisisi itu terjadi, tetapi diperlukan waktu yang cukup panjang. Untuk menilai bagaimana keberhasilan merger yang dilakukan, maka dapat dilihat dari kinerja perusahaan terutama kinerja keuangan yang tergambar dalam laporan keuangan. Ini merupakan alat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan dalam periode tertentu. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu
perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.
Penilaian dengan menganalisis laporan keuangan mencakup rasio keuangan, analisis kelemahan, dan kekuatan di bidang finansial sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen, mengetahui kondisi keuangan serta keadaan perusahaan di masa lalu dan prospeknya ke depan.
Dalam hal ini, peneliti tertarik untuk meneliti kinerja keuangan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk setelah merger dan proyeksi kinerja keuangan yang akan datang.
Chandra Asri Petrochemical, yang dahulu bernama Tri Polyta Indonesia (TPIA) merilis laporan keuangan (LK) full year 2010. Tidak ada yang terlalu istimewa dari kinerja anak usaha Barito Pacific (BRPT) ini, dimana laba bersihnya malah turun dari Rp482 milyar ke 248 milyar. Laba usahanya juga turun. Tapi ceritanya sedikit berbeda kalau kita lihat valuasi PBV dan PER-nya. Pada harga saham 3,250, PBV TPIA cuma 1.2 kali, dan PER-nya juga cuma 6.8 kali.
Beberapa waktu lalu, TPIA yang masih bernama Tri Polyta Indonesia, sempat mencuri perhatian investor ketika pemiliknya yaitu Prajogo Pangestu, memergernya dengan Chandra Asri, sebuah perusahaan yang juga merupakan anak usaha dari BRPT, tapi nggak listing di BEI. Ketika itu saham TPIA dan BRPT yang biasanya sepi peminat mendadak bergerak fluktuatif, seiring dengan beredarnya ekspektasi bahwa kinerja TPIA dan juga BRPT akan membaik pasca merger tersebut. Dalam beberapa waktu terakhir, kinerja mereka berdua memang cenderung menurun.
TPIA sudah merilis LK-nya untuk periode FY10, dan ternyata kinerjanya masih belum membaik seperti yang diharapkan. Tapi mungkin itu karena merger antara TPIA dengan Chandra Asri baru rampung pada tanggal 20 Januari 2011, atau beberapa hari setelah tanggal neraca LK-nya, yaitu 31 Desember 2010 (jadi dalam LK terbarunya tersebut, TPIA masih belum merger dengan Chandra Asri).
Kalau TPIA dan Chandra Asri merger (bergabung), maka aset dan modal inti TPIA akan meningkat karena ada tambahan aset dan modal dari Chandra Asri. Demikian pula, pendapatan hingga laba bersih TPIA akan meningkat, karena digabung dengan pendapatan dan laba bersih-nya Chandra Asri. Namun yang penting untuk dicermati bukanlah hal-hal tersebut diatas, melainkan jumlah saham disetor, yang tentunya juga akan meningkat. Jumlah saham TPIA yang beredar di market sebelum merger adalah 728 juta lembar, dan jumlah itulah yang tercantum di LK-nya.
Berdasarkan jumlah saham tersebut, dan karena harga saham TPIA adalah Rp3,250 per lembar, maka market cap TPIA adalah Rp3,250 x 728 juta = Rp2.4 trilyun, sehingga PBV TPIA adalah market cap / ekuitas = Rp2.4 trilyun / Rp2.1 trilyun = 1.2 kali. Bagaimana dengan PER? 6.8 kali. Penulis memang nggak paham soal industri kimia, yang menjadi bidang dari TPIA ini. Namun kalau melihat struktur laporan keuangannya yang tampaknya baik-baik saja, maka harga saham TPIA di 3,250 jelas sangatlah murah, kalau kita berpatokan pada valuasi PBV dan PER diatas.

Tapi sekali lagi, ingat bahwa jumlah saham yang 728 juta lembar tersebut adalah jumlah saham sebelum merger. Mengingat saat ini TPIA sudah merger dengan Chandra Asri (mergernya kan sudah kelar 20 Januari kemarin, makanya sekarang nama perusahaannya berubah dari Tri Polyta menjadi Chandra Asri Petrochemical), maka jumlah saham TPIA yang beredar di market bukan lagi 728 juta lembar. Berdasarkan data terbaru dari biro administrasi efek, jumlah saham TPIA per 28 Februari 2011 kemarin adalah 3,066,196,416 lembar, atau 3.1 milyar lembar. kalau kita hitung lagi PBV dan PER TPIA berdasarkan jumlah sahamnya yang 3.1 milyar tersebut, maka PBV dan PER TPIA menjadi masing-masing 4.9 dan 28.6 kali.
Namun, perhitungan diatas juga belum tepat, karena kita kan belum memasukkan catatan modal dan laba bersih TPIA pasca merger, yang pastinya juga akan meningkat sehingga valuasi PER dan PBV-nya tidak akan menjadi semahal itu.
Kesimpulannya, untuk saat ini kita masih belum mengetahui berapa persisnya valuasi fundamental dari TPIA, sehingga kita juga belum bisa mengatakan apakah sahamnya layak dikoleksi atau tidak. Kita baru akan mengetahuinya dalam dua atau tiga bulan mendatang. Jadi bagi anda yang kebetulan melihat bahwa PBV dan PER TPIA adalah masing-masing 1.2 dan 6.8 kali pada harga 3,250, maka jangan terburu-buru mengkoleksi sahamnya, sebab valuasi tersebut masih belum mencerminkan nilai perusahaan pada saat ini
Dari analisis rasio keuangan diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan PT. Tri Polyta Indonesia dari tahun 2005 – 2009 dilihat dari aspek likuiditas pada rasio lancar dikatakan baik karena hasilnya lebih dari 1. Pada aspek efisiensi di average collection period belum dikatakan baik karena waktu pengembaliannya ada yang mencapai 1247 hari. Pada aspek solvabilitas rata – rata modalnya dibiayai oleh hutang. Pada ROE nilai ini juga diperhatikan oleh investor juga karena nilai ini menunjukan bagaimana perusahaan menggunakan equity untuk laba bersihnya.
Dari analisis pergerakan saham diatas dapat diketahui bahwa perusahaan PT. Tri Polyta Indonesia sahamnya mengalami fluktuasi pergerakan saham ini diperhatikan oleh investor. Pergerakan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya suku bunga, inflasi - atau kenaikan harga barang dan jasa- juga bisa membuat harga saham-saham turun. Harga saham yang tertinggi di perusahaan ini mencapai 3400 dan sedangkan harga saham terendah mencapai 370.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar